Blogger Perempuan
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter

Holiday Dosen: Liburan Kemana, Bu?

Ekspektasinya, dosen itu pasti liburan ke luar negeri bersama keluarga. Realitanya, dosen masih di depan laptop mengerjakan administrasi selama libur.


“Ibu, traveling kemana liburan ini?” pertanyaan ini kerap ditanyakan para mahasiswa ketika berbasa-basi di chat. Sekarang jawabannya cukup dengan senyum saja. Kalau porsi keponya terlalu maksimal akan saya jawab dengan kalimat, “liburan di hatimu.”

Mereka tetap saja nggak percaya kalau saya nggak kemana-mana. Pasalnya banyak juga holiday dosen dibuktikan dengan postingan foto-foto estetik di luar negeri. Apakah itu dengan rekan sejawat atau dengan keluarga. Kebetulan saya nggak masuk dalam tim keduanya. Holiday saya selalu di rumah, di depan laptop, dan menikmati bobok siang kalau sempat. Ya, kalau sempat.


Holiday dosen
Perlengkapan tempur liburan ke pantai. [Photo: Pexels]

Dosen Nggak Punya Liburan

 “Dosen itu nggak punya liburan kalau nggak meliburkan diri sendiri. Kalau tegaan, berarti urusan dengan mahasiswa juga terputus,” kata saya dulu setiap ada yang bertanya. Biasanya mereka tidak percaya dan akan berlanjut ghibah di tempat nongkrong.

Saya nggak tahu bagaimana dengan dosen lain di kampus yang lain pula. Akan tetapi, dengan melihat konten di media sosial yang terkait dengan dosen, apa yang saya katakan ini memang benar adanya. Dosen nggak punya liburan. Sudah libur tapi kerja ekstra masih banyak saja. SK masih numpuk dan berbagai deadline masih menunggu.

Kalau direnungkan dan diresapi dengan khidmat, menjadi dosen nggak seenak yang dibayangkan orang. Waktunya fleksibel, ke kampus saat waktu ngajar saja. Dulu saya juga berpikir seperti itu, sehingga di antara profesi yang saya inginkan pilihan dosen saya letak di akhir. Itu pun profesi yang akan saya jabani setelah menikah biar punya karir terpandang tetapi bisa fokus dengan anak di rumah.

Dosen nggak punya liburan. Itu fakta menjadi dosen sekarang, karena tugas dosen nggak cuma mengajar saja. Ada tugas yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Bahkan untuk melengkapi Laporan Beban Kinerja Dosen (LBKD) harus dilengkapi dengan penunjang pula. Mengajar itu masuk ke bidang pendidikan saja. Sementara penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan penunjang harus dilakukan di luar jam mengajar. Jadi, kapan liburnya?

Itu berlaku untuk seluruh dosen biasa alias nggak punya jabatan apapun di kampus. Bayangkan yang terjadi dengan dosen dengan tugas tambahan. Tugas lain menyusul dan bikin asam lambung naik. Alih-alih liburan ke luar negeri malah staycation di rumah sakit terdekat.


Liburan dosen
Liburan dosen biasanya nggak jauh-jauh dari tugas tambahan kampus. [Photo: Pexels]

Balada Akhir dan Awal Semester

Saya menyebutnya balada akhir dan awal semester, karena memang menjadi dosen itu paling ribet di awal dan akhir semester. Belum lagi jika ada drama pembagian mata kuliah dan pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) mahasiswa. Persis seperti lagu lawas yang diputar berulang dari radio tua. Tidak begitu disukai, tetapi dibutuhkan untuk mengusir sepi.

Akhir Semester

Di akhir semester para dosen sibuk mempersiapkan soal Ujian Akhir Semester (UAS) atau akrab disebut dengan final test. Bentuk ujiannya macam-macam, mulai dari tekstual banget sampai yang ngasih proyek ke mahasiswa. Keduanya punya plus dan minus, sih. Jadi, nggak ada yang lebih mudah atau lebih sulit.

Usai final test, mahasiswa libur. Bagi perantau bisa melepas kangen dengan prang-orang di kampung halaman. Bagi yang nggak merantau, kesempatan temu kangen sama teman sekolahan dulu. Banyak juga mahasiswa yang berdaya dan punya misi kaya raya dengan nyambi kerja part time. Ngumpulin duit untuk melepaskan penat di tempat instagramable dan menambah pengalaman dengan keluar dari kampung halaman walau cuma seminggu. Ada juga yang berkesempatan menyicil aset di usia muda. Semuanya pilihan personal mahasiswa.

Bagaimana dengan dosen? Tsunami dokumen deadline dimulai. Mulai dari memeriksa tugas mahasiswa, menginput nilai sistem, menerima komplain nilai darimahasiswa, sampai mengumpulkan dokumen satu semester untuk laporan BKD.

Oh, tidak! Laporan BKD ini juga punya drama tersendiri. Sudah bekerja maksimal dengan SKS berlebih dan penunjang ini itu. Saat pengisian malah tidak memenuhi syarat. Syarat yang harus dipenuhi minimal 12 SKS dan maksimal 16 SKS. Apa kabar yang punya banyak aktivitas di dunia akademik dan semuanya dimasukkan ke dalam beban lebih? Baiklah, mari kita bahas soal laporan BKD ini di lain hari.

Kalau akhir semester berpapasan dengan bulan Desember atau Januari, maka pekerjaan juga bakalan nambah lagi. Akan ada sidang skripsi mahasiswa yang juga lumayan puyeng. Khususnya bagi dosen dengan tugas tambahan seperti ketua prodi dan sekretaris prodi atau koordinator prodi. Begh, drama menyusun penguji dan kelengkapan pemberkasan juga lumayan menguras emosi ini.

Ada lagi yang namanya Satuan Kinerja Pegawai (SKP) yang dibuat tahunan. Belakangan pengisiannya sudah melalui e-kinerja yang juga membuat mata kabur. SKP ini hanya berlaku untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdiri dari PPPK dan PNS saja.

Awal Semester

Sama seperti di akhir semester, awal semester dosen juga lumayan sibuk sekali. Dosen mulai menerima jadwal, menyusun RPS, membuat kontrak, dan mulai melakukan rancangan pembelajaran seperti apa yang akan diterapkan di kelas. Beda mata kuliah, rancangannya juga berbeda, lho.

Paling blenger di awal semester itu menyusun RPS. Perlu Teman Belajar ketahui, setiap kurikulum RPS-nya selalu bebrubah. Apalagi untuk prodi yang bernaung di bawah kuasa ilmu sosial, maka harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan dunia saat ini.

Sejak menjadi dosen, saya sudah membuat beberapa model RPS ini. Dimulai ketika sebutannya silabus yang isinya Cuma garis besar seperti daftar isi saja. Kemudian berubah menjadi Satuan Ajar Perkuliahan (SAP), RPS KKNI, dan sekarang RPS OBE. Ada desas desus akan berubah menjadi RPS Kurikulum Perguruan Tinggi (KPT). Ya, ampun! Kebayangkan, mikir indikator dan menyesuaikan dengan capaian profil lulusan dan buku kurikulumnya lagi.

Jurnal Bukan Journaling

Bagi sebagian Teman Belajar yang hobi journaling pasti setuju kalau journaling ini sangat menyenangkan. Saya juga setuju, tapi kalau menulis jurnal ilmiah dengan tingkat akreditasi tertentu tentu beban banget. Kalau sudah biasa sih sat set saja menulisnya, tapi setelah diminta revisi itu bikin nangis banget.

Jurnal bukan journaling, yang diisi sesuai dengan apa yang kita lakukan sehari-hari. Menulis jurnal ilmiah berarti ada penelitian yang sudah kita selesaikan, ada laporan yang harus kita tulis dalam bentuk jurnal. Selesai menulis jurnal ada PR baru lagi, menunggu publikasi.

Perkara menunggu publikasi juga nggak seindah menunggu gajian. Bisa bertahun-tahun dan sudah di tahap akhir malah ditolak oleh tim jurnalnya. Terkadang berpikir untuk lobi sebagai mitra biar dapat slot, eh nggak tembus juga. Kebetulan saya nggak termasuk yang suka lobi. Karena bagi saya penolakan karena kualitas menulis saya buruk jauh lebih terhormat daripada dipublikasikan, tapi kualitasnya nggak setara dengan jurnal lain yang terbit.

Pengabdian Kepada Masyarakat

Apakah Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dosen sama seperti KKN mahasiswa? Untungnya nggak selama itu, tapi ekstrimnya bisa saja lebih. Terpenting dalam pengabdian ini yang perlu dipertegas, money needed and time taking.

Ada pengabdian yang dilakukan perkelompok, ada yang dilakukan mandiri. So far, saya sering melakukan pengabdian secara mandiri dengan menjadi narasumber di bidang keilmuan saya atau hobi saya. Satu semester, satu PKM lumayan banget sebenarnya. Sayangnya, tuntutan BKD lumayan tinggi, penelitian dan PKM totalnya harus 3 SKS. Kelihatannya sih kecil, tapi untuk mengumpulkannya berdarah-darah.

Bayangkan saja kum untuk menjadi narasumber internasional hanya bernilai 1,5 SKS saja. Kebayang bagaimana susahnya untuk ngumpulin angka? Bagian ini bisa menambah tensi darah juga.

happy holiday
[Photo: Pexels]

Kapan Liburan?

Jadi, kesimpulannya pertanyaan liburan kemana semestinya menjadi pertanyaan penting yang kosa katanya diganti menjadi, “kapan liburan?”. Iya, kapan liburan? Karena hingga tengah malam pun dosen masih duduk di meja kerja, menatap layar laptop yang menyala terang untuk menyelesaikan satu sub materi untuk dibahas di kelas.

Fiuh! Menyedihkan, ya. Namun untuk blogger seperti saya dan teman-teman blogger lainnya, berada di depan laptop juga sebuah bentuk liburan sekaligus hiburan. Kami tidak perlu mengeluarkan uang dan waktu untuk ke bioskop. Cukup baca ulasan film yang dibuat oleh para blogger, saya dapat memutuskan untuk menonton film atau drama apa yang menarik. Begitu juga dengan destinasi liburan.

Ada banyak sahabat blogger yang memiliki konten beragam di blog-nya. Ibaratnya masuk ke sebuah kota baru dan asing, kita nggak perlu tersesat untuk mencari kebutuhan kita. Semua ada di sini. Tinggal pilih, tinggal memutuskan setelah tahu apa yang kita inginkan.

Nah, kapan liburan bisa dijawab dengan, “setiap hari liburan, kok. Hari ini liburan dengan sahabat blogger ini. Besok dengan sahabat blogger itu.” Hidup sesimpel itu jika dibuat mudah. Holiday dosen ternyata cukup di depan laptop saja.

Posting Komentar