"COBA hitung dulu sisa tabunganmu, Va. Bukannya aku meremehkan kamu, tapi kan kamu memang sudah mulai miskin sejak bimbingan dengan Pak J," saran Amel sambil terkekeh ketika kami membahas soal banyaknya dana yang dikeluarkan untuk skripsi. Dia memang mengatakan tidak meremehkan, tapi terdengar jelas nada mengejek di nada bicaranya.
Aku
diam saja. Membahas masalah uang memang soal sensitif. Kupikir manusia jenis
Amel tidak perlu ditanggapi serius. Apalagi kalau tertawa matanya sampai
menghilang.
Ilustrasi Blue Window [Photo: Created by Canva] |
Nyatanya
aku tidak bisa diam saja. Malamnya aku tidak tenang. Langsung saja kubuka buku
rekening, mengecek print out terakhir yang tertera di sana. Kemudian
menyesuaikan dengan setiap struk pengambilan ATM. Matematikaku buruk, tapi soal
meghitung uang kemampuanku lebih cepat dari teller bank.
Aku
boleh lega karena sisa uangku lebih dari cukup untuk sekedar memperpanjang kos.
Aku sudah menyiapkan juga kenaikan uang setiap tahun kos kami. Bapak kos
menaikkan 15 persen tiap tahun, ini bukan jumlah yang kecil. Apalagi untuk
ukuran kamar yang kecil ini. Sangat tidak sesuai.
Aku
sudah berencana besar. Aku akan tinggal di sini sekitar satu dua tahun lagi,
kemudian mencari rumah. Kalau perlu aku harus ikat pinggang untuk membeli rumah
mungil dua kamar tipe 36 untuk hidup lebih nyaman. Jadi kalau ada keluargaku
datang berkunjung, mereka tidak perlu berhadapan dengan muka masam bapak kos
lagi.
Perhitunganku
malam ini sudah cukup detil. Aku sudah memasukkan anggaran jamuan makan siang
saat wisuda nanti. Make-up wisuda juga, serta biaya foto studio dengan
teman-teman seangkatan yang wisuda bareng. Termasuk di dalamnya dana revisi
skripsi dan percetakan.
Eit,
jangan pikir skripsiku dibuat oleh calo. Aku menulis sendiri skripsiku, tapi
untuk bergadang juga butuh modal. Cemilan yang super untuk kinerja otak yang
duper. Minimal aku harus menyetok cappucino sachet dan susu kental manis
untuk menemani ketukan keyboard.
Modal
yudisium sudah cukup hemat. Aku dipinjami kamera oleh Nova. Budget untuk
menyewa kamera selamat. Belum lagi untuk make-up sudah ditangani oleh Jane
Make Over alias Desi Jane Nadhifa, adik kosan yang memiliki tangan seni
berkekuatan magis dalam melukis wajah. Budget untuk merias wajah selamat
sekian ratus ribu.
Desi
menawarkan semua properti wajah miliknya. Mulai dari make-up yang tidak
abal-abal, bulu mata anti badai, dan soft lens jika aku mau. Aku menolak
memakai benda ini, selain takut aku juga tidak mau mengubah penampilanku
seperti hantu. Netra palsu di mataku tidak jauh beda dengan mata kuntilanak.
Untungnya
lagi, aku mendapatkan duit segepok dari arisan seminggu yang lalu. Aku langsung
membeli bahan untuk kebaya, mengirimnya ke kampung untuk dijahit oleh ine,
dan berburu heels di pasaraya. Aku tidak memakai heels
genit ke pesta teman-temanku, jadi kubeli yang murahan saja untuk sekali dua
kali pakai.
Abaikan
soal arisan itu hutang. Kali ini aku sangat terbantu dengan adanya cicilan
berkelompok dengan dalih membantu sesama ini. Bisa aku rasakan tatapan iri
teman-teman yang menginginkan giliran pertama menggenggam segepok uang arisan
itu
Kutolak
ajakan makan bakso teman-teman yang mengambil manfaat dari kumpul-kumpul uang.
Kali ini aku sedikit kejam memperlakukan pertemanan yang selalu berujung asas
manfaat.
Malam
ini aku tidak bisa tidur. Serius!
Aku
sedang memikirkan bagaimana keluar rumah dengan make-up nampol di wajah
seperti tikus kecebur cat. Aku juga tidak bisa membayangkan bagaimana kalau make-up
yang sudah susah payah dioles ke wajahku menghijau hasil oksidasi. Berbagai
pikiran sungguh membuatku tidak bisa tidur.
makeup dan make over untuk penampilan khusus [Photo: Pexels] |
Bunyi
alarm di atas lemari pakaian sudah menunjukkan pukul empat pagi. Aku belum juga
tertidur. Aku paksakan tidur, tapi yang terdengar malah langkah seseorang
berjalan dari kamar Desi ke teras depan. Kemudian suara jempol menari di atas
tuts ponsel seperti orang sedang chating.
"Kenapa
sekarang, sih?" tanyaku pada diri sendiri. Aku sudah sering mendengarnya.
Sesehantu yang duduk di teras memang bersebelahan dinding dengan kamarku.
Kami
sering menggosipkannya. Mungkin dia Kak Sushmita yang tidak tenang karena
meninggal kecelakaan. Dia sering pulang ke kosan karena merasa di sinilah
dunianya. Itu hanya obrolan di antara kami para anak kos tanpa sepengetahuan
Desi. Ya, karena Sushmita adalah kakak kandung Desi.
Bukan
aku saja yang mendengarnya. Sewaktu Lia masih ngekos di sini, dia paling sering
melihat, mendengar, dan merasakan kehadiran Kak Sushmita. Kata Lia, terkadang
Kak Sushmita memasak mie instan di dapur yang letaknya tepat di bawah tangga.
Terkadang dia sedang mandi dengan sabun cair Lux beraroma mawar. Paling sering
duduk di teras sambil chatting. Itu memang hobinya.
Selain
Lia yang anggota lama, Nadia yang sempat bertemu dengan Kak Sushmita pun pernah
beberapa kali mengalami kejadian yang sama. Kejadiannya mirip seperti yang
diceritakan oleh Lia.
Masalahnya
malam ini aku tidak siap berhadapan dengan Kak Sushmita atau siapapun yang
sedang bermain di dunia manusia. Besok adalah hari penting buatku. Aku harus
terlihat cantik tanpa lingkar hitam di bawah mata karena kekurangan tidur. Aku
juga tidak mau viral di sosial media karena momen pingsan saat penyematan gelar
Sarjana Sosial.
Lima
tahun, lho. Ya, lima tahun lamanya aku jatuh bangun memperjuangkan status
sarjana. Eks mahasiswa dan menjadi sampah masyarakat?
No
way!
Kalau
boleh sedikit menyombongkan diri, aku sudah mendapatkan pekerjaan. Kontrak
setahun ke depan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang inovasi media.
Mereka tidak perlu mengujiku lagi karena aku sudah teruji. Mereka hanya perlu
memberikanku selembar perjanjian kontrak dengan stempel basah dan memastikan
rekening berdering tepat waktu.
Bekerja sebagai impian fresh graduate [Photo: Pexels/Mart Production] |
Siapapun
di luar sana, sungguh membuat suasana hatiku kacau balau memikirkannya. Aku
yang sudah tidak tenang dengan perhitungan semakin menipis. Belum lagi target
masa depan yang aku rancang. Ah, sungguh malam yang bersahabat dengan
kegalauanku.
-o0o-
Author’s
Note:
Halo,
Teman Belajar. Saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman diusir dari indekos
di hari yudisium sampai ketahuan sudah bekerja. Ceritanya asam asin manis
seperti rujak, sih.
Blue
Window awalnya adalah cerita utuh berjudul Aku dan Cerita Dari Kamar ke Kamar yang dipublikasikan untuk lomba menulis indekos. Sponsornya salah
satu penerbit digital yang sempat naik daun karena kurasi naskahnya lumayan
ketat. Tulisan saya nggak lolos, tapi saya posting di Oliverial. Ternyata
mendapat sambutan baik dan sempat menjadi popular post di sana.
Beberapa
pembaca meminta saya untuk menulis sekuel dari tulisan itu. Awalnya agak berat,
sih. Karakter dan namanya mungkin saja bisa ditebak. Namun setelah saya minta
izin pada beberapa teman kos lama untuk mencubit kisah mereka dalam cerbung
saya, mereka setuju. Maka, lahirnya Blue Window.
Well, kenapa Blue Window? Ini erat kaitannya dengan warna jendela kamar kos saya yang baru setelah keluar dari kos lama. Tepat setelah yudisium. Saya tinggal di sana selama dua tahun sebelum diusir kembali. Hahaha.
So, cerita Blue Window ini fokusnya ke indekos baru selama dua tahun. Semoga Teman Belajar menikmati kisah yang tertulis di sini, ya. Selamat membaca.
Wih seruuuuuu. Sebagai mantan anak kos, alhamdulillah ngga pernah diusir, ini relate banget sama kehidupan masa lalu. Ciamik banget inii. Syukkaaaa
BalasHapusMakasih, Kak. Hahaha... Memang gimmick banget kata 'diusir' ini
HapusWaduhhh ngga kerasa bacanya tahu-tahu udah berakhir, sedih banget. Pengen baca lanjutannya tuh,beneran kak Sushmita kah yang berisik? Soalnya aku pernah ngekos juga jadi sedikit banyak tahu lah jatuh bangunnya anak kosan hehehe.
BalasHapusAda lanjutannya, Kak. Sudah terbit juga di halaman ini. Iya, Kak. Itu Kak Sushmita.
HapusBagus ceritanya, pantesan kok rasanya pernah baca diusir dari kos pas yudisium, itu bagus juga lo ceritany. lanjutkan kak, keren
BalasHapusTerima kasih, kak
HapusIni cocok buat dijadikan Buku Novel sih. Kalau ga ke penerbit mayor, coba ke Indie Kak. InsyaAllah laku nih bukunya
BalasHapusMakasih sarannya, Pak. Insyaallah setelah selesai akan diterbitkan juga.
HapusSeru banget bacanya. Enak dan gak terasa sudah sampai ke ujungnya saja. Masih lanjut kan, Kak?
BalasHapusTerima kasih, Pak. Insyaallah ada.
HapusBikin novel kak..ceritanya baguus😍
BalasHapusInsyaallah, Kak. Setelah tamat di blog, baru dikumpulin jadi novel. Niat awalnya memang mau digratisin dulu.
HapusMenarik sekali mengikuti kisah ini, based on realita ini kan kak? Aku mengikuti sejak yang diusir dari kos itu wkwk..awalnya ngenes, bayangin diusir dari kos dalam keadaan abis yudisium, tapi lama-lama kok jadi berbau dunia lain. Duh aku bacanya malam-malam ini mnakin merinding Kak. kuakui dirimu pemberani banget, kalau aku udha lama kutinggalkan kosan begitu hahaha
BalasHapusIya, Kak. Based on true story. Cuma ada berbagai unsur di sini. Ada horor, ada persahabatan, ada norma sosialnya.
HapusSeru ya Kak ceritanya. Bayangin kayaknya aku ngga sanggup deh kalo diusir dari kos wkwkw, mau tidur dimana ahaha. Ditunggu kelanjutan ceritanya yaa kak
BalasHapusMakasih, Kak. Ada lanjutannya sudah Bab 4
Hapus