Blogger Perempuan

Kick Out! Pengalaman Tidak Mengagetkan dari RCO Komunitas ODOP

Pengalaman kena kick out memang tidak mengangetkan. Namun bisa bertahan hidup di tengah kesibukan membuat berpikir beberapa kali. Allah Maha Baik!

  

Kick out! Satu kata yang terdengar biasa, tapi bisa membuat ketar ketir siapa saja. Terutama jika sedang memperjuangkan sesuatu. Sama seperti pengalaman tidak mengagetkan dari RCO Komunitas ODOP, tapi membuat saya sedikit menyesali kelalaian saya.

Reading Challenge ODOP (RCO) merupakan satu dari empat program komunitas ODOP yang berjalan. Ini salah satu program yang saya incar setelah OBS. Alasan saya bergabung dengan RCO lumayan receh, tapi masuk akal. Apalagi kalau bukan untuk membabat timbunan yang semakin meninggi dari minggu ke waktu.

Berbekal informasi dari Kak Mia yang juga pawang di Komunitas OWOB, saya jadi punya gambaran bagaimana RCO Komunitas ODOP ini. Tentu setelah mendapat informasi berharga ini, saya jadi ingin masuk RCO Komunitas ODOP dengan tujuan semakin kuat. Menghabiskan buku to be read (TBR) yang semakin lama semakin meresahkan saja.

Reading Challenge ODOP
Tantangan membaca membantu untuk menghabiskan timbunan
[Photo: Pexels]

Early Bird, Karena Semangat Nggak Kenal Kondisi

Begitu pendaftaran dibuka, saya langsung membuka link Google Form dan mengisinya tanpa mikir apapun. Menjadi early bird terkadang menyebalkan. Saya lupa situasi dan kondisi yang sedang hectic banget di kantor. Belum lagi aktivitas di OBS sedang puanas poll dengan tugas yang padat. Karena semangat nggak kenal kondisi, saya kesampingkan semua kesibukan.

Saya yakin sekali bisa membagi waktu untuk menyelesaikan tantangan RCO dengan mulus selama empat minggu. Reading challenge buat saya sepertinya santai saja. Di komunitas literasi sebelah juga ikutan reading challenge, kok. Aman-aman saja sejauh ini.

Sebagai early bird, saya malah sudah mempersiapkan dan prediksi buku yang akan masuk tantangan. Mulai dari cover warna sampai dengan berdasarkan penulis dan genre. Berhubung buku di rumah lumayan banyak, jadi tidak ada kekhawatiran bagi saya.

Actually, saya terlalu percaya diri saat mendaftar di awal. Saya kurang perhitungan dan modal saya cuma buku dan konsistensi membaca. Saya tidak berpikir kalau RCO Komunitas ODOP lebih dari sekedar tantangan membaca buku. Itu baru saya sadari pada tantangan minggu pertama.

Tantangan Pekan Pertama

Setelah para peserta dikumpulkan di grup, PJ RCO Komunitas ODOP mulai memaparkan aturan. Konsekuensi kena kick out jika tidak memenuhi ketentuan. Semua berbasis absen Google Form yang diisi oleh peserta setiap hari. Batas waktu pengisiannya juga pada pukul enam pagi.

Saya masih santai dan berpikir, “bisa lah, ya. Setiap hari saya juga memembereskan absen dan lain-lain pada pukul enam sampai delapan pagi.” Itu sebabnya semua tulisan saya di blog sebagian besar diterbitkan pada pukul enam pagi. Lewat jam enam pagi, saya akan membagikannya ke media sosial atau ngelapor ke ngodop sejak resmi menjadi anggota.

tantangan membaca hal biasa
[Photo: Pexels]

Tantangan pekan pertama lumayan mengejutkan. Buku bersampul biru dengan jumlah halaman minimal 150. Setiap hari wajib membaca minimal 10 halaman. Saya langsung menumpuk beberapa buku biru yang akan saya baca. Ada Laut Bercerita, True Mother, If Only, dan Recehan Bahasa. Saya menyingkirkan Recehan Bahasa yang ditulis oleh Ivan Lanin karena jumlah halamannya nggak cukup.

Saya sepakat membaca True Mother dengan MS. Wijaya. Akhirnya janji dengan buddy read ini dikhianati real life. Di saat RCO Komunitas ODOP dimulai, saya justru disibukkan dengan perjalanan rutin hari Senin dari Banda Aceh ke Meulaboh. Belum lagi saya disibukkan untuk membahas buku di komunitas literasi online lain. Membahas buku Teruslah Bodoh Jangan Pintar sangat membuat saya nggak sabar karena cacat logikanya.

Akhirnya saya memutuskan membaca Laut Bercerita, karena buku ini memang ada di tas saya. Buku ini selesai dalam empat hari karena bahasanya memang enak banget ditulis. Belum lagi benang merah ceritanya sangat relate dengan penuturan para pejuang 98 yang pernah saya kenal. Termasuk nama yang disebut oleh Leila S. Chudori di akhir halaman, Nezar Patria.

Tantangan pekan pertama mulus. Saya juga membaca buku If Only sebelum masuk pekan kedua. Sayangnya, buku ini tidak selesai, karena tidak wajib ya nggak masalah.

Reels Buku Biru

Tantangan di pekan pertama yang wajib disetor lumayan berat buat saya. Maksudnya, orang yang suka menulis teks lumayan insekyur kalau diminta untuk membuat video. Apalagi kalau video estetik ala sineas dan para konten kreator keren di Instagram. Wah, jauh sekali saya ini. Namun, demi RCO Komunitas ODOP saya rela membuat reels di saat suasana kerja sedang tidak bersahabat.

Rak buku saya berantakan, susunan bukunya ambuadul. Semua buku dengan sampul biru saya keluarkan untuk membuat video untuk reels Instagram. Saya memilih untuk membuat video rekomendasi buku bersampul biru. Sayang sekali, setelah berlelah mengeluarkan buku dari rak hanya beberapa buku saja yang masuk ke video.

Di saat semangat membuat video tantangan, bahkan sudah membuat laporan harian ke Google Form RCO Komunitas ODOP, saya melihat teman-teman banyak yang membuat review dengan video. Oalah! Apa saya salah? Untungnya tidak. Saya aman.

Tantangan Membaca Buku Wirausaha

Saat tema pekan kedua diumumkan, saya yakin bukan seorang diri ketar ketir. Semua panik karena grup RCO Komunitas ODOP tetiba saja ramai. Buku pertama yang terpikir di kepala saya adalah Cara Beternak Lele, tapi yang terbayang di kepala buku koleksi ayah yang ada gambar burung puyuhnya. Kaya Raya dengan Beternak Puyuh

PJ RCO Komunitas ODOP mengatakan kalau bisa membaca buku biografi. Posisi saya di Meulaboh, sementara buku biografi ada di Banda Aceh. Biografi Merry Riana langsung muncul di kepala. Sayangnya lagi, saya sedang tidak doyan membaca biografi.

Beberapa kali menemukan buku dengan tema sejenis di iPusnas, tapi jumlah halamannya nggak sesuai syarat. Belum lagi buku ide bisnis biasanya lebih banyak gambar dan tulisannya juga lebih besar. Rencana membaca buku wirausaha seketika ambyar.

Kak Mia memberi ide untuk membaca novel tema wirausaha. Lampu di kepala saya menyala. Saya sudah baca beberapa. Sebut saja Mahar Untuk Maharani (Azhar Nurun Ala), itu berkisah tentang wirausaha bertanam kangkung. Namun buku itu bukan milik saya. Saya meminjam buku itu dari adik ipar yang saat ini di Medan. Pun Mahar Untuk Maharani tidak tersedia di iPusnas. Seingat saya, buku ini tidak ada ISBN-nya meski sangat laris manis.

Setelah ngobrol dengan Kak Mia dan Mbak Jihan di grup, beberapa novel dengan ide wirausaha muncul. Tiga di antaranya Under the Kitchen Table (Desy Miladiana), in  Blue Moon (Ilana Tan), dan A Love Like This (Ayu Rianna). Ketiganya sudah pernah saya baca dan saya memutuskan untuk reread untuk tantangan ini. Akhirnya saya membaca A Love Like This dan Kak Mia menjadi buddy read saya.

Di Tengah Gempuran Event

Pekan kedua ini lumayan padat. Aktivitas sangat banyak dan tiada henti. Dimulai dengan mempersiapkan telaah untuk berangkat ke Lombok dalam acara Kongres Nasional Komunikasi Islam (KNKI), konferensi internasional, pengantaran mahasiswa PPL, mengajar, sampai mempersiapkan paper untuk kongres.

Di tengah gempuran event yang menggila, saya tetap membaca seperti baru pertama kali membaca. Sticky note juga boros saking banyaknya halaman yang ditandai. Bahkan saya mempersiapkan reels untuk Instagram demi memenuhi tantangan.

Saya bisa melakukannya sekaligus, tapi saya lupa satu hal dan itu sangat penting. Menyetor progres baca di Google Form. Jangankan absen Google Form untuk RCO Komunitas ODOP, absen kerja yang sudah menjadi kewajiba sebagai dasar pembayaran gaji saja saya lupa. Kerja terus sampai lupa absen.

Chit Chat dengan Rekan Seperjuangan

Saya mulai menyadari kelupaan absen di hari terakhir. Saya cerita ke teman senasib di OBS kalau sepertinya saya lupa absen. Dia pun tentu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya berharap saya tidak melebihi dua kali alpa. Saya pun yakin hanya dua kali alpa. Padahal sudah lebih.

Saya menceritakan kesibukan pada teman ini karena beberapa hari menjelang OBS berakhir ada tema-tema yang harus ditulis. Tiga tema terakhir saya tulis tengah malam hingga dini hari saat anak sudah tidur. Semetara untuk membaca buku saya sudah pasrah banget karena sadar lupa absen. Chit chat dengan rekan seperjuangan ini berlanjut hingga keesokan harinya.

Chit chat dengan teman seperjuangan
[Photo: Pexels]


Kick Out dari RCO Komunitas ODOP

 “Mudah-mudahan nggak kena kick, Kak,” kata teman saya di Whatsapp. Saya nggak membaca lagi pesan itu. Saya sedang sibuk packing untuk keberangkatan ke Lombok meski masih digalaukan dengan ST dan SPD yang masih belum jelas. Saran dari teman yang penting packing dulu.

Saat saya mengambil ponsel dan membuka grup. Di sana tertulis nama saya dan seorang pejuang RCO lain yang kena kick out dari RCO Komunitas ODOP. Waduh! Kenapa cuma berdua dan di pekan kedua.

Ya, sudahlah. Ini juga kelengahan saya nggak mengisi Google Form. Meskipun kena kick out ini pengalaman yang tidak mengagetkan lagi, saya tetap berharap bisa lanjut sebenarnya. Ya, manusia berencana realita membuktikan.

Hikmah Kick Out dari RCO

Setiap yang kita lakukan tentu ada hikmahnya. Saya memposting tugas tantangan terakhir tentang Komunitas ODOP malam hari. Menulis pukul setengah sebelas malam, posting pukul setengah satu malam, dan jadwal terbit pukul enam pagi. Pukul setengah dua malam saya tidur dan bangun lagi pukul empat pagi untuk berangkat ke bandara.

Jadwal saya padat merayap sekali. Saat melapor di list laporan grup OPREC OBS, saya merasa lega. Seperti habis lari maraton dan meneguk sebotol air mineral. Lega dan puas.

Di penerbangan dari Banda Aceh menuju Jakarta lantas saya berpikir kembali soal hikmah kick out dari RCO Komunitas ODOP. Cepat atau lambat tentu saya akan kena kick dari grup. Masih untung di pekan kedua yang tidak begitu jauh. Bayangkan jika pada minggu ketiga atau minggu keempat. Gimana meweknya saya.

Pekan ketiga saya akan sibuk dengan kongres di Lombok. Jangankan mengisi tantangan, sempat tidur saja udah alhamdulillah sekali. Pada minggu keempat lebih lagi. Saya bolak balik membereskan laporan perjadin. Qadarullah, saya juga sakit. Batuk, pilek, panas karena perubahan suhu juga kelelahan.

Pengalaman kena kick out memang tidak mengangetkan saya lagi. Namun bisa bertahan hidup di tengah kegilaan kesibukan ini membuat saya berpikir beberapa kali. Allah Maha Baik. Itu saja.

Posting Komentar