Blogger Perempuan
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter

Cara Menyampaikan Tugas Perjalanan Dinas Pada Anak

Menyampaikan tujuan kita melakukan dinas pada anak adalah cara orangtua menghargai keputusan yang diberikan anak. Anak tahu dirinya berharga.

 Bagi working mom, membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan memang tugas yang lumayan menantang. Apalagi jika bekerja dengan ikatan dinas. Satu sisi jiwa raga milik negara, di sisi lain jiwa raga milik keluarga. Saya angkat topi pada working mom yang bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Kalian adalah mommy hebat!

Selama ini saya selalu menghindari tugas perjalanan dinas karena anak masih berusia di bawah dua tahun. Sampai akhirnya saya menyadai sudah delapan tahun tidak melangkahkan kaki lebih jauh dan saya membutuhkan refresh otak. Bertemu orang banyak dan mendapatkan inspirasi dari mereka.

Kesempatan datang tiba-tiba dan jaraknya lumayan jauh dari Aceh. Di Indonesia tengah, tapi orang-orang lebih banyak menyebutnya Indonesia Timur. Perjalanan kali ini ke Lombok, Nusa Tenggara Barat.

menyampaikan tugas dinas pada anak
Perjalanan dinas sebagai hal sulit untuk ibu yang masih memiliki balita.
[Photo: Pexels]


Mengajak Anak Diskusi

Begitu informasi itu sampai di telinga saya, tentu hal pertama yang perlu saya lakukan adalah menyampaikan kepada suami. Meminta restunya untuk berangkat, sekaligus menjamin keamanan dompet. Setelah suami setuju dengan perjalanan ini, saya mulai memikirkan apa yang akan saya lakukan selanjutnya. Berbicara dengan anak.

Ternyata bagian menyampaikan pada anak bukan hal yang mudah. Untuk memulai saja butuh usaha maksimal dan pertimbangan. Saya pikir, meninggalkan anak berusia tiga tahun yang berat. Siapa yang menyangka justru anak yang usianya enam tahun lebih berat untuk diajak kompromi.

Begitu mendapatkan izin, saya terus mengajak anak berdiskusi untuk berdiskusi tentang perjalanan dinas ini. Saya sampaikan bagaimana pentingnya tugas negara ini harus saya jalani.

Awalnya anak memang cuek. Saya menganggap anak tidak mengerti apa yang saya sampaikan ini. Wajar, kan? Dia masih tiga tahun. Mengajak anak diskusi terus saya lakukan dan sampaikan. Perlahan anak mulai paham dan memberikan respon. Dia menolak keinginan saya dengan mengatakan, “nggak mau” atau “adek ikut, ya.”

Sebelum Tidur dan Saat Bangun Tidur

Saya pernah mendengar sebuah nasihat parenting tentang mengafirmasi anak tentang sesuatu. Lakukan sebelum tidur dan saat bangun tidur. Sudah saatnya saya mempraktikkan langsung teori ini. Saya pikir begitu.

Sebelum tidur, saya menyampaikan lagi soal tugas perjalanan dinas pada anak. Kenapa saya harus berangkat dan apa dampak jika tidak berangkat. Saya sampaikan padanya dengan siapa dia akan tinggal dan berapa lama saya akan pergi. Saya juga berkata apa yang akan saya lakukan di sana dan apa yang dia bisa lakukan di sini.

Anak saya masih menjawab dengan dua kata yang sama. Nggak mau atau minta ikut. Seminggu setelah menyampaikan tugas perjalanan dinas pada anak, saya mendapatkan respon positif pada suatu hari.

“Mi pergi tugas dinas ya, Nak,” kata saya. Dia mengangguk dengan wajah datar dan muka bantal. Saya pikir dia pasti tidak serius. Namun setiap anak itu memilik hati malaikat. Dia paham meski penyampaiannya mungkin terasa berat.

“Mi berangkat lima hari. Adik  tinggal sama Abi. Hari Sabtu Mi pulang adik jemput Mi ke bandara, ya,” kata saya lagi. Dia mengangguk lagi.  Saya mulai lega. Afirmasi berhasil.

Malamnya sebelum tidur saya menyampaikan tugas perjalanan dinas lagi kepada anak. Jawabannya sama. Kali ini dia juga merespon dengan kata, “adek tinggal sama Abi, ya. Adek jemput Mi hari Sabtu, ya.”

Alhamdulillah, perkara menyampaikan selesai. Tinggal menguatkan hati untuk melangkah.

menyampaikan pada anak tentang tugas
[Photo: Pixabay]


Saat Anak Mulai Plin Plan

Setelah menyampaikan pada anak dan mendapatkan anggukan, saya pikir ini selesai. Jangan terkecoh, sebenarnya inilah awal mula kegalauan dan langkah Ibu semakin berat. Semakin dekat ke tanggal keberangkatan maka semakin plin plan anak dalam membuat keputusan.

Izin mendapatkan izin dari anak semakin samar terbaca saat anak mulai plin plan. Anak mulai berpikir akan kehilangan, terpisah, ditinggalkan, tidak diajak, atau alasan lain yang menyebabkan meningkatnya separation anxiety. Sebagai ibu, kegalauan juga akan meningkat seiring dengan anak mulai plin plan.

Saat anak mulai plin plan, keteguhan kita sebagai ibu juga mulai teruji. Mulai muncul pertanyaan apakah benar ini tugas negara atau sekedar ego ingin berjalan jauh dan mencari me time? Berbagai pilihan jawaban lantas muncul di kepala sebagai gambaran yang membuat kita semakin ragu.

Memberi afirmasi dari awal adalah solusi. Saat anak mulai plin plan, tekankan betapa pentingnya tugas negara ini untuk dilaksanakan. Memberitahu anak betapa pentingnya keberangkatan dalam melaksanakan tugas juga menjadi bagian dari mengajarkan rasa tanggung jawab sejak dini pada anak.

Memperkenalkan Prioritas

Selain tanggung jawab, menyampaikan tugas perjalanan dinas pada anak juga bertujuan memperkenalkan prioritas pada anak. Sebagai ibu, tentu ada hal yang berat saat disudutkan pada pilihan. Kepada anak, kita menjelaskan bahwa dia adalah prioritas. Namun sebagai warga negara, ada prioritas lain di samping prioritas yang utama. Tidak lebih tinggi, tapi sejajar.

Anak akan mencerna apa yang disampaikan dengan caranya sendiri. Sekali dua kali anak akan berkata tidak, minta ikut, atau bahkan mengangguk sebagai persetujuan. Namun anak juga harus mengetahui bahwa dia adalah prioritas terbesar kita. Untuk mencapai prioritas maksimal, ada usaha yang harus dilakukan. Salah satunya dengan menunaikan kewajiban di dunia kerja untuk memberikan yang terbaik untuk anak.

Mengajak Packing Bersama

Jelang keberangkatan, yakinkan anak bahwa dia adalah prioritas dan akan selalu menjadi yang utama. Pekerjaan hanya sementara. Yakinkan anak bahwa tanpa dukungannya, apa yang akan kita jalani tidak akan berjalan dengan baik. Untuk mewujudkan kesuksesan bersama, ajak anak untuk membantu kita packing.

Bagi anak, aktivitas packing bisa jadi hal yang baru. Akan tetapi, membantu ibunya untuk melaksanakan tugas dengan melibatkan anak akan memberikan rasa percaya dan kegembiraan. Anak yang tadinya mewek karena tidak rela atau minta ikut semakin yakin bahwa tugas perjalanan dinas adalah misi bersama antara ibu dan anak. Bukan misi ibunya saja.

Ajak anak untuk packing
[Photo: Pexels]


Jangan Berjanji Apapun

Meskipun kita punya sesuatu untuk diberikan kepada anak sebagai apresiasi, tapi jangan berjanji apapun pada anak. Apalagi anak yang sudah memasuki usia sekolah. Anak akan menagih janji yang kita umbar kepadanya.

Jangan berjanji apapun meski hanya dengan membelikan mainan. Biarkan anak mendapatkan kejutan, bukan hasil menunggu janji. Kebahagiaan mendapatkan kejutan akan lebih indah bagi anak dibandingkan menunggu janji.

Awalnya saya pikir akan sulit sekali mencari cara menyampaikan tugas perjakanan dinas pada anak. Ternyata memang sulit, tapi setelah mencoba beberapa cara di atas ternyata berhasil. Intinya, anak adalah seseorang yang memegang janji dan sangat memahami orang tuanya. Mereka menanam kepercayaan tinggi pada orangtuanya, terutama ibu. Jangan merusak kepercayaan anak dengan kebohongan untuk memuluskan misi Teman Belajar. Karena kepercayaan dari anak harganya lebih tinggi dari jenis kepercayaan apapun di dunia ini.

Siap untuk menjalani tugas perjalanan dinas, Teman Belajar? Yuk, bismillah. Kita bisa!

Posting Komentar