Blogger Perempuan
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter
Ulfa Khairina | Find The Oliversity Through Your Chapter

Drama Anak dan Air Mata Ibu: Saat Anak Menolak Ditinggal Perjadin

Pentingnya memberitahu anak tentang akan ditinggal perjadin. Meski sifatnya hanya sehari, anak berhak tahu apa yang Moms akan lakukan tanpa mereka.

 Anak-anak selalu ingin bersama ibunya. Tentu saja, ini sudah bukan rahasia lagi. setidakdekat apapun penilaian orang lain hubungan anak dan ibu, tetap saja anak akan memilih ibunya. Bahkan saat memutuskan bepergian, biasanya anak akan nangis bombay minta ikut atau tidak ingin ibunya pergi. Padahal cuma ditinggal sebentar, drama anak dan air mata ibu seperti sudah tayangan drakor berseri saja.

Hal ini juga saya alami sendiri ketika menyampaikan perjalanan dinas pada anak. Saya mengulang-ulang rencana ini pada anak bungsu berusia tiga tahun sampai dia memberi izin. Sedangkan untuk anak yang usianya enam tahun setengah, saya yakin sekali tidak akan sulit. Ternyata saya salah, justru anak sulung yang paling mewek dan penuh drama.

anak menolak ditinggal perjadin
Dilema working mom saat berhadapan dengan perjadin
[Photo: Pexels]

Merasa Tidak Dianggap

Anak pertama saya langsung menangis ketika saya sampaikan akan berangkat besok Subuh. Tidak mempan dengan alasan tugas negara. Dia langsung nangis sekitar satu jam lebih dengan ceracau penuh drama. Intinya dia merasa tidak dianggap sebagai anak dengan keberangkatan ini.

Saat koleksi kalimat seperti drama itu keluar dari mulutnya, saya jadi sedih dan air mata juga ikutan keluar. Saya merasa menjadi ibu yang lebih mementingkan karir dibandingkan kebutuhan anak akan kehadiran ibunya.

Memberi Penjalasan Logis

Menjelaskan pada anak usia enam tahun setengah memang lebih mudah daripada kepada anak tiga tahun. Setidaknya itu yang kita pikirkan. Akan tetapi, penjelasan kepada anak di bawah lima tahun jauh lebih mudah. Cukup mengulang kalimat yang sama dan memberi pemahaman, anak akan menerima tujuan yang ingin kita lakukan.

Berbeda dengan anak enam tahun setengah, logikanya mulai bekerja. Dia tidak akan serta merta menerima alasan begitu saja. Dia akan memberi pertanyaan tentang kehadiran ibu yang berkaitan dengan dirinya. Seringnya seorang ibu gagal membereskan penjelasan dalam satu malam.

Cara paling ekstrim untuk tetap melanjutkan perjadin dengan langsung pergi. Membiarkan dia menangis sebentar. Lalu kembali dengan buah tangan yang membuat dia senang. Urusan selesai. Namun ada luka hati yang tertinggal karena sikap seperti ini. Biasanya anak akan ingat dan dia akan mengungkit pada suatu hari nanti.

Menghadapi anak yang menolak ditinggal perjadin cukup sederhana, tapi prakteknya lumayan susah. Cukup memberi penjelasan logis pada anak bahwa apa yang kita lakukan sebagai tanggung jawab kita terhadap pekerjaan. Si anak adalah tanggung jawab, tapi dengan mengabaikan tugas pekerjaan, tanggung jawab terhadap anak juga keteteran.

Memberi penjelasan logis kepada anak, terutama anak laki-laki, biasanya akan lebih mudah diterima. Responnya bisa dilihat dari bahasa verbal dan nonverbalnya kemudian.

[1] Membuat Penawaran atau Negosiasi

Jika anak mulai merespon dengan membuat penawaran atau negosiasi, bisa dipastikan dia sudah mulai menerima alasan. Dia hanya ingin memastikan jika apa yang kita sampaikan benar. Kita juga menepati janji yang dia harapkan. Misalnya jika ibu berjanji akan pulang pada tanggal sekian, kita memang bisa menepati janji untuk kembali pada tanggal tersebut.

[2] Irama Tangis yang Berbeda

Jika anak tidak membuat negoasiasi tetapi masih tetap menangis, di sinipun masih ada harapan positif. Perhatikan saja irama tangis yang berbeda dari sebelumnya. Kalau mulai terlihat tangisnya seperti dibuat-buat atau menangis sambil melakukan aktivitas lain, artinya dia sudah paham. Selanjutnya tinggal cara ibu saja untuk menyelesaikan endingnya.

[3] Meminta Sesuatu

Namanya anak-anak. Selain membuat negoasiasi dia juga akan meminta ini dan itu untuk kesenangannya. Jangan asal bilang ya, Moms. Kata ya yang kita lontarkan untuk menyelesaikan urusan bisa berujung menjadi janji yang justru memperumit di kemudian hari.

Jangan membuat janji dengan anak
Jangan membuat janji pada anak saat akan berangkat
[Photo: Pixabay]


Justru dengan berkata tidak saat anak meminta sesuatu sebagai nilai tawar atau sekedar memenuhi keinginannya punya maksud yang baik. Anak akan belajar tidak sembarangan membuat janji palsu, tidak suka membuat aturan tak jelas, juga tidak menuntut untuk sesuatu yang belum jelas. Kalau anak tetap memaksa untuk dituruti saat meminta sesuatu, Moms bisa menjelaskan kalau apa yang dia inginkan bukan sesuatu yang gampang untuk dijanjikan.

Janji itu utang, lho. Nggak boleh sembarangan janji kalau nggak mau berutang.

Ajak Anak Ikut Mengantar

Urusan di rumah selesai, bukan berarti keesokan harinya akan konsisten. Agar anak paham yang dilakukan Moms adalah tanggung jawab kerja, tidak ada salahnya mengajak anak untuk untuk ikut mengantar saat keberangkatan. Ingatkan juga pada pasangan agar mengajak anak untuk menjemput.

Posisi ini memberikan kebahagiaan tersendiri bagi anak karena ikut berperan dalam kehidupan ibunya. Anak juga perlu diperkenalkan dunia pekerjaan ibunya agar dia bisa menerima segala kondisi yang dihadapi sebagai anak working mom.

Beberapa pengalaman di sekitar saya, anak-anak yang tumbuh bersama working mom memiliki kemandirian tidak biasa. Mereka juga memahami situasi ketika ibunya sibuk. Hal paling membanggakan bagi ibu sekaligus sangat membantu adalah ketika anak terbesar mengambil alih peran untuk membantu ibunya mengurus adiknya. Misalnya menjaga adik, menemani adik bermain, memandikan adik, dan hal kecil lainnya yang sangat sederhana tapi menjadi rutinitas Moms keseharian.

Saat Anak Menolak Ditinggal Perjadin

Ada banyak alasan saat anak menolak ditinggal perjadin. Alasan yang muncul nggak melulu soal quality time yang berkurang. Sebagian besar drama anak saja untuk mencari perhatian. Akan tetapi, drama anak yang muncul saat menolak ditinggal perjadin bukan tanpa sebab. Saat anak menolak ditinggal perjadin, perlu sekali Moms memperhatikan beberapa hal berikut:

[1] Dengan Siapa Anak Akan Tinggal

Meski masih tergolong keluarga, anak juga punya pilihan untuk tinggal bersama siapa. Seringkali dengan siapa anak akan tinggal saat Moms sedang perjadin menjadi alasan anak menolak. Ada anak yang tidak dekat dengan neneknya, tapi hanya nenek yang punya waktu untuk mengasuh sementara. Anak bisa saja menolak karena alasan tidak dekat ini.

anak sebagai keluarga
Sebagi bagian dari keluarga, perlakukan anak sebagai bagian dari keluarga.
[Photo: Pixabay]

Sebelum memutuskan dengan siapa anak akan tinggal, perlu juga diberitahu kepada anak tentang ini. Anak akan tinggal dengan siapa nantinya penting dibicarakan dengan anaknya sendiri. Sama seperti Moms saat meninggalkan perjadin, anak pun memiliki kekhawatiran yang sama dengan siapa dia akan ditinggalkan. Tunjukkan kepercayaan Moms terhadap pengasuh sementara agar anak juga punya kepercayaan yang sama.

[2] Lingkungan Dia Akan Tinggal

Selain dengan siapa anak akan tinggal, alasan lain yang membuat anak tidak mau ditinggal juga berkaitan dengan tempat. Lingkungan dia akan tinggal juga dapat mempengaruhi mental anak. Misalnya saja dia akan tinggal bersama para sepupu yang doyan merundung si anak. Tentu saja anak tidak akan mau ditinggal di sana.

Saat Moms tidak di tempat, anak akan merasa kehilangan tempat dia berlindung. Kalau lingkungan dia akan tinggal kondusif, anak tidak perlu mengeluarkan jurus drama menolak Moms untuk tugas perjadin. Pasti.

[3] Lama Ibu Bepergian

Lama ibu bepergian juga akan menjadi waktu penantian panjang buat anak. Bagi Moms yang bertugas, tiga hari bukan waktu yang panjang. Sementara untuk anak, tiga hari bisa terasa seperti tiga bulan lamanya. Anak ingin segera bertemu dengan Moms dalam situasi apapun. Apalagi jika ada rutinitas harian yang menjadi kebiasaan dan sudah menjadi sebuah kewajiban. Anak tentu merasa kehilangan momen berharga ini.

[4] Anak Sedang Manja dengan Ibunya

Ini yang paling mungkin. Anak sedang manja dengan ibunya. Ada masa-masanya anak merasa ibu adalah segalanya. Tempat mengadu dan tempat bermanja. Tempat adu mulut dan meminta. Begitu Moms harus menjalani tugas perjadin, anak seperti dipisah paksa dari kedekatan dengan Moms saat itu. Anak merasa sangat kehilangan meskipun hanya sesaat.

[5] Tidak Diberitahu Sejak Awal

Ketika anak tidak diberitahu sejak awal, anak akan tantrum dan membuat drama. Itu pentingnya memberitahu anak tentang akan ditinggal perjadin. Meski sifatnya hanya sehari, anak berhak tahu apa yang Moms akan lakukan tanpa mereka. Beritahukan anak apa yang akan kita lakukan, libatkan anak untuk memahami perasaan Moms.

Kedekatan Moms dan anak akan mengikat emosi dan saling memahami nantinya. Kalau keduanya sudah aman, tidak akan ada drama anak dan air mata ibu saat melaksanakan tugas perjadin. Kerja aman, pikiranpun tenang. Benar kan, Moms?

Posting Komentar