Lebih
baik di sini
Rumah
kita sendiri
Segala
nikmat dan anugerah Yang Kuasa
Semuanya
ada di sini
Rumah
kita
Saya
mendengar lagu rumah kita berulang kali. Lagu ini mengingatkan saya pada
suatu masa saat pencarian rumah untuk tinggal. Hanya sementara, tapi ingin
menjadikannya sebagai tempat yang dirindukan untuk pulang walau sesaat.
Itu merupakan penggalan lagu Rumah Kita, diciptakan oleh God Bless, pernah dinyanyikan oleh para Musisi Indonesia Bernama Indonesia Voice. Lagu Rumah Kita menceritakan soal tentang rumah yang sederhana di desa, tetapi pemiliknya masih menyimpan mimpi untuk tinggal di kota. Segala semrawut ibu kota dan taruhannya harus tinggal berpindah.
Ibu
kota dan segala pesona yang memikat sebenarnya tidak hanya membuai para
perantau untuk bekerja. Untuk para calon mahasiswa pun ibu kota masih menjadi
mimpi kebanyakan calon pejuang toga. Namun banyak yang akhirnya menggantungkan
mimpi berakhir pada keinginan saja, karena memutuskan merantau artinya membayar
cicilan rumah yang tidak akan menjadi rumah kita.
Rumah Kos dari Waktu ke Waktu
Sekitar
tahun 1990-an, mahasiswa yang merantau ke kota sudah mempersiapkan diri untuk
tinggal di rumah kos. Pada rentang tahun ini, jarang sekali orang tua mahasiswa
yang mempersiapkan rumah di kota untuk anaknya kelak. Keadaan ekonomi belum
sebaik sekarang. Ketersediaan rumahpun belum semudah sekarang. Menitip
anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di rumah kos dengan pengawasan
pemilik adalah solusi.
Kamar kos untuk mahasiswa pernah populer pada tahun 1990-an hingga 2000-an. [Photo: Pexels] |
Bunda
saya bercerita, di masa beliau kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala terus berpindah rumah kos. Pernah tinggal di kos berbagi kamar dengan
teman lama, tapi jorok. Kebiasaannya mengganggu konsentrasi dan menyamanan
teman sekamar lain. Pernah juga tinggal sekamar sendiri, harga kamar relatif
murah, tapi kos ini menerapkan aturan lampu kamar sudah harus mati pada pukul
sepuluh malam. Padahal sering kali mahasiswa kedokteran harus bergadang demi
menyelesaikan tugas.
Pernah
juga tinggal di asrama saat kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Akan
tetapi, kondisi asrama tidak seindah cerita di novel-novel remaja. Hidup di
asrama artinya harus berdamai dengan diri sendiri dan memahami isi kepala
penghuninya secara terpaksa.
Pada
tahun 2000-an, kondisi ekonomi masyarakat Aceh mulai membaik. Meskipun banyak
yang masih tinggal di kos bersama pemilik rumah, tapi tata ruang kamar kos
sudah lumayan. Rumah kos sudah mulai dipisah antara rumah utama milik ibu kos
dengan rumah berisi kamar kos saja. Ada juga yang sengaja membuat dua lantai
rumah dengan fungsi berbeda. Lantai pertama untuk keluarga pemilik kos dan
lantai dua untuk para anak kos.
Sebagian
pemilik kos yang memiliki anggaran besar memisahkan antara rumah induk dengan
rumah untuk disewakan sebagai kos. Kos yang disewakan masih berstatus kamar.
Bukan rumah dengan bagian ruang layaknya rumah keluarga. Pada rentang tahun
2000-an, kamar kos dengan kamar terpisah dari rumah induk dibandrol sekitar Rp
700 ribu hingga Rp 2 juta pertahun. Hanya kamar kosong tanpa isi.
Suka Duka Rumah Kos di Aceh
Harga
kamar kos tergantung kondisi. Untuk harga di bawah satu jutaan, lokasi rumah
jauh dari kampus. Sekitar satu kilometer lebih dan akses ke jalan raya sedikit
sulit. Rumah terbuat dari papan dengan satu jendela kecil, satu kamar mandi
digunakan bersama, dan dapur yang dibangun memanjang dengan kompor berjajar di
sepanjang meja.
Di
musim penghujan, kamar kos para mahasiswa menjadi langganan banjir karena terlalu
rendah dari jalan. Bagi yang memiliki anggaran untuk menyewa kamar kos lebih
tinggi, tahun berikutnya akan mencari tempat yang lebih manusiawi. Sementara
bagi yang ekonominya sulit, bertahan dan terus berinovasi untuk bertahan adalah
solusi.
Hanya menyewa kamar kos sebagai solusi tempat tinggal murah di rantau. [Photo: Pexels] |
“Pada
masa itu ketersediaan kos juga nggak semudah sekarang. Kalau nggak dapat kamar
pertahun, bisa bayar perbulan dengan harga terjangkau,” kata salah seorang
alumni penghuni rumah kos di Darussalam, Banda Aceh. Namanya Rea Lita, tinggal
di kos selama empat tahun pada rentang 2000-an.
Sekarang
kos tidak lagi berupa kamar. Bahkan sudah berupa rumah yang bisa ditempati
sesuai dengan pilihan sendiri. Mahasiswa hanya mencari rumah kosong di komplek
perumahan, kemudian menyewa satu rumah dan mencari teman-teman yang satu
frekwensi untuk diajak tinggal bersama. Katanya cara ini lebih minim konflik
dan mengikat persaudaraan.
Di
era tinggal di indekos hanya bermodal kamar, kebanyakan teman-teman yang
ditemui adalah orang baru dari daerah yang beragam. Latar belakang juga
beragam. Sisi positifnya memperluas pertemanan dan jaringan setelah lulus
kuliah. Punya teman tidak hanya dari sekampung asal saja, tapi beragam.
Rumah Sebagai Investasi
Bagi
generasi milenial yang pernah hidup di perantauan dan membayar kamar kos
sebagai tempat tinggal, memiliki rumah dianggap sebagai investasi. Terlebih
pemberdayaan program pemerintah melalui rumah bersubsidi dianggap mempermudah
masyarakat untuk memiliki rumah. Banyak generasi milenial yang membeli rumah di
komplek bersubsidi, kemudian menyewakannya pada pekerja, mahasiswa, dan
keluarga yang belum memiliki rumah.
Menurut
pandangan umum generasi milenial yang berinvestasi melalui rumah, harga cicilan
KPR akan stabil sampai 15-30 tahun. Akan tetapi harga sewa rumah akan meningkat
setiap tahun. Tanpa harus menyentuh uang gaji, rumah yang disewakan sebagai
indekos akan menutupi cicilannya sendiri.
Ada
pula yang menjadikan rumah kos sebagai sumber penghasilan pasif. Setiap tahun,
rata-rata pemilik rumah kos bisa mendapatkan income sebesar lima sampai
lima puluh juta. Tergantung banyaknya jumlah kamar atau rumah yang mereka
miliki.
Di
sisi lain, ada hal lain yang terkadang luput dari perhatian para pebisnis
indekos ini. Biaya perawatan rumah tidak sedikit. Apalagi jika rumah jatuh ke
tangan orang yang tidak sadar dalam menjaga dan merawat rumah yang mereka
tempati. Bagi para penyewa juga mengganggap bahwa rumah yang mereka sewa sudah
menjadi hak mereka selama kontrak berlangsung.
Ada Rupa Ada Harga
Sama
halnya dengan benda lain, harga menentukan kualitas. Tentu saja, jika ingin
mendapatkan fasilitas dan pelayanan yang baik ada harga yang harus dibayar.
Nilainya tidak semua sama. Ada yang murah dan mahal. Aturan tidak tertulis ini
berlaku untuk semua daerah di Aceh.
Di
Aceh Barat dan Banda Aceh, jalan lingkar kampus menjadi favorit untuk para
mahasiswa tinggal. Meskipun tidak semua kos berpenampilan baik, tapi akses
menuju kampus jadi kelebihan utama. Tanpa memiliki kendaraan pribadi, mahasiswa
bisa menempuh jarak ke kampus dengan berjalan kaki. Halte bus trans juga
tersebar setiap 500 meter.
Di
kawasan jalan lingkar kampus, harga rumah dibandrol dengan variasi Rp 8 juta
sampai Rp 18 juta. Fasilitasnya berbeda untuk setiap harga. Untuk harga rumah
kos Rp 8 juta rupiah biasanya hanya menyediakan dua kamar tidur, satu dapur,
satu kamar mandi, area penatu, halaman, ruang tamu luas, dan sumur bor.
Sedangkan untuk harga tertinggi, kondisi rumah sudah lebih baik. Jumlah kamar
antara tiga sampai empat, kamar mandi ada yang tersedia di dalam kamar, area
parkir kendaraan, rumah juga sudah berpagar. Bahkan ada rumah yang lengkap
dengan wifi dan pantauan kamera CCTV.
Rumah tinggal dengan model estetik menjadi favorit mahasiswa saat ini. [Photo: Pexels] |
Rumah
yang disewakan untuk indekos bisa ditandai dengan tampilannya yang berbeda. Semakin rapi dan
terlihat terawat rumah tersebut, maka semakin tinggi harga yang dibandrol.
Meskipun harga sewa yang tinggi, selama jarak antara rumah kos ke kampus masih
bisa ditempuh dengan berjalan kaki bukan lagi menjadi masalah.
Tips Mencari Rumah Untuk Kos
Saya
pernah menempuh jarak berkilo-kilo meter tanpa terasa. Waktu itu tidak terasa
lelahnya karena saya berhenti di setiap rumah untuk mencari tahu kamar kosong.
Saya mencari kos. Lelah dan jauhnya perjalanan berjalan kaki baru tersadari
saat jalan pulang tanpa singgah ke rumah-rumah untuk menanyakan informasi rumah
kos.
Pengalaman
pertama mencari kos melahirkan beberapa kesimpulan untuk diterapkan pada
pencarian selanjutnya. Hasil pengamatan
lapangan yang lumayan melelahkan ini ternyata memuluskan pencarian sesuai
anggaran.
1. Akses
ke Fasilitas Publik
Sebelum memutuskan untuk tinggal di lingkungan tersebut,
pastikan kalau aksesnya mudah. Baik untuk area keramaian seperti rumah makan,
penatu, pasar, dan fasilitas kesehatannya. Di Banda Aceh, Darussalam memenuhi
syarat ini. Sedangkan pelajar yang tinggal di Meulaboh, Paya Peunaga yang
memenuhi syarat ini. Kedua kota ini punya jalan lingkar kampus yang dekat fasilitas
publik. Bedanya, di Kota Banda Aceh bisa bertahan tanpa kendaraan pribadi
karena fasilitas transportasi umumnya baik. Sedangkan di Kota Meulaboh,
setidaknya harus memiliki sepeda motor karena transportasi umumnya tidak beroperasi.
2. Jarak
ke Kampus
Sudah aman di bagian akses? Pastikan memperhitungkan
jarak dari rumah ke kampus. Pikirkan hal terburuk, misalnya akhir bulan tidak
punya bensin. Uang saku bulanan belum masuk ke rekening. Kira-kira mudah ke
kampus tidak? Kalau iya, gas!
3. Lingkungan
Masyarakat yang Friendly
Sebagai agent of change, sudah saatnya mahasiswa
menjadi bagian dari masyarakat yang ikut menjaga aturan. Seringkali darah muda
bertolak belakang dengan kearifan lingkungan yang sudah lama dijaga oleh warga
setempat. Kenali, tipe apakah kita? Tanyakan, apakah kita mampu berbaur ke
dalam masyarakat ini? Lingkungan masyarakat yang friendly sangat
mendukung perkembangan kepribadian mahasiswa menjadi lebih baik.
4. Aman
dan Tentram
Di kos teman saya dulu, dia kerap melapor sering
kehilangan barang. Mulai dari laptop sampai kaos kaki. Apa saja diembat.
Lingkungan seperti bukan lingkungan yang aman untuk ditinggali. Meskipun harga
sewa rumah kos di daerah ini murah, lebih baik mencari lingkungan lain yang
aman dan tentram untuk ditinggali.
5. Kondisi
Rumah
Dari semuanya, memastikan kondisi rumah dalam keadaan
baik dan sesuai impian yang terpenting. Meskipun bukan rumah elit dan estetik,
perlu sekali memastikan kondisi rumah sehat dan aman. Sebaiknya carilah rumah
yang memiliki kondisi pintu yang aman dan baik. Rumah memiliki dapur, kamar
mandi dengan sanitasi baik, serta air yang bersih. Jika memungkinkan, pilih
rumah yang memiliki pagar.
Tinggal di indekos memang salah satu pilihan saat
merantau, tapi untuk membuatnya nyaman seperti rumah kita sendiri hanya kita
yang tahu. Alangkah indahnya saat kembali ke kampung halaman atau berpindah
kota, kita punya kenangan tentang indekos yang baik meskipun bukan rumah kita.
Ya ampuuun, teringat lagu Rumah Kita di masa COVID 19 yang dibuat oleh Mbak Najwa Shihab
BalasHapusBtw, memiliki rumah yang layak perlu usaha yang hebat, apalagi rumah ideal kedisiplinan mengatur keuangan hal yang urgent sekali.
Semangat membangun dream house! kaya di drakor legend : full house (filosofis sekali ayahnya saat membuat itu)
Satu-satunya lagu Rumah Kita yang nyangkut di kepalaku cuma yang versi Indonesian Voice. Karena ada suara Duta Sheila On 7 yang unik.
HapusBenar, sih, Mbak. Untuk membangun rumah impian harus punya perencanaan yang matang.
Aku juga baca sambil nyanyi, tetapi aku pertama tahu lagu itu yang versi Anggun C. Sasmi. By the way, meskipun kos tetap butuh yang namanya kenyamanan. Sebel banget, ya, kalau harus share kamar karena ngirit, tetapi roommate-nya jorok.
BalasHapusBenar, benar. Cari rumah kos ini sama seperti mencari pasangan hidup. Ada plus minusnya, tidak ada yang pas seperti maunya kita.
Hapus