Status goblog?
Aduh! Apaan, nih? Eit, jangan emosi dulu
bagi yang doyan update status. Ini soal
saya dan dunia blog yang memang agak beyond
your imagination. Tanpa maksud menyindir siapapun yang doyan update status,
kok.
Well,
setiap
orang punya alasan doyan menulis status, termasuk saya. Setiap orang yang punya
berbagai alasan untuk memilih nulis di blog, termasuk saya. Jadi, kalau ada
pertanyaan kenapa, sih, nulis di blog? Mending nulis buku aja kan dapat cuan.
[Photo: Pexels] |
Maaf-maaf, nih. Mungkin yang ngomong jalannya
kurang jauh. Kurang jalan-jalan ke lapak para blogger. Ngeblog juga bisa
bercuan, kok. Artinya yang menulis blog juga bukan orang-orang g*b*k, tapi
orang yang tahu artinya go blog itu
apa dan tujuannya untuk apa.
Setahun terakhir banyak teman-teman daring yang
bertanya bagaimana caranya ngeblog dan berapa yang saya hasilkan dari ngeblog. Duh,
padahal saya masih amatiran, lho. Sebelumnya, saya memang punya tiga alasan
besar untuk menjawab big why alasan
ngeblog. Setelah memutuskan bergabung dengan komunitas One Day One Post (ODOP), alasan saya ngeblog bertambah dua lagi.
1. Writing
For Healing
Bagi teman-teman yang sudah
mengenal saya lebih lama, tentu paham benar kalau tujuan saya menulis itu buat healing. Kalau orang-orang healing-nya ke luar negeri, jejalan ke
luar kota, staycation, atau apa
sajalah yang menghabiskan uang setelah dicari, saya agak beda. Healing saya menulis. Menulis apa saja.
Bagi saya, menulis adalah terapi
agar hidup tetap baik-baik saja. Meskipun real
life-nya nggak baik-baik saja. Di tulisan saya akan menulis dan
menunjukkan kalau apa yang terjadi akan tetap berakhir baik. Plus lagi, menulis itu benar-benar
sebagai lapak ngehalu dan mempengaruhi orang lain untuk percaya bahkan mempercayai
kita.
Saya sadar banget kalau orang
akan lebih percaya apa yang kita tulis daripada yang kita ucapkan. Maka untuk
mempengaruhi orang lain, saya lebih memilih melampiaskannya dengan menuliskan
di blog. Apakah efektif? Sepertinya iya, karena bagi yang membaca, mereka akan
mengingat meskipun tidak pernah berkomentar sama sekali.
2.
Update Status Lebih Panjang
Saya doyan banget update status panjang. Kata teman, di
status saya nulis laporan hidup, bukan kesimpulan hidup. Bos saya dulu pernah
bilang, “baca status kamu di Facebook, aku jadi tahu apa yang kamu lakukan
setiap hari. Asyik banget, aku jadi berasa masuk dalam hidup kamu.”
Senang, dong, mendapat komentar
begitu. Namun ada satu penderitaan yang saya alami. Saya setengah mati
memikirkan kalimat efektif demi mencukupi jumlah karakter yang dibatasi di
Instagram, Facebook, Twitter (sekarang X), WeChat, atau Whatapp. Seriously, itu nyiksa banget buat yang
suka nulis status panjang seperti saya. Lantas saya berpikir untuk menulis di
blog.
Di sini saya bisa menulis panjang
tanpa memikirkan kalimat efektif yang saya gunakan yang dihalangi jumlah
karakter. Saya bisa menulis kapan saja tanpa berpikir akan terputus atau
suasana hati saya berubah karena keranjingan update status.
3.
Dokumentasi
Tulisan
Nah, pernah juga ada yang
bertanya, “kakak blogger lama, ya?”
Aduduh! Ini pertanyaan berat
banget untuk dijawab. Iya, saya memang udah lama ngeblog, tapi bukan blogger. Dulunya
saya buat blog gratisan di blogger atau blogspot murni karena tujuan lain. Nggak
ngerti tuh saya soal blogger dan segala pernak perniknya.
Waktu kuliah dulu, saya gabung di
persma. Semua tulisan masih terbit sistem cetak. Selain mengoleksi majalah
cetak yang makan tempat, saya juga menyimpan tulisan saya sendiri di blog yang
saya beri nama Sakura Dream Box. Isinya memang tulisan-tulisan bersifat
jurnalistik yang merupakan liputan saya yang sudah dipublikasikan. Baik itu
jenis straight news, soft news, features,
dan lain-lain.
Semua tulisan saya posting di
blog tanpa katagori, tanpa halaman, tanpa pemilahan. Saya nggak ngerti dan
nggak ada yang ngasih tahu saya. Apalagi ngajarin. Saya bahkan nggak tahu kalau
blogging itu ada ilmunya juga. Waktu itu saya Cuma tahu kalau ngeblog bisa
menghasilkan uang dan blog udah Top Level
Domain (TLD) termasuk keren.
4.
Go-Blog
Profesional
Usaha saya untuk punya domain
sendiri nggak main-main. Saya menjual semua koleksi tas dengan harga obral
sampai mencapai nilai maksimal buat beli domain dan disetting siap pakai. Waktu
itu harganya lumayan, lho. Setelah punya blog TLD pertama saya, rasanya saya
keren banget. Sayangnya nggak punya ilmu dan nggak tahu cara menjadi blogger
profesional.
Sudah go blog artinya jangan nanggung. Harus jadi profesional kan, ya? Saya
nggak ambis, hanya ingin menjadi profesional saja. Status-status yang go-blog itu nggak lantas cuma jadi
status goblok dengan jangkauan hitungan sebelah tangan. Itu saja.
5. Next:
Digital Journalism
Ada hal
yang paling besar dan sangat menginspirasi saya selama ini. Saya jatuh cinta
berulang kali dan semakin dalam pada dunia jurnalistik. Semakin lama semakin
dalam mendekati obsesi. Lalu saya mengenal dunia jurnalisme digital. Istilah asing
digital journalism menjadi sesuatu
yang baru sekaligus yang lama untuk saya. Saat belajar di bangku S2 dulu, saya
bertemu dengan profesor muda lulusan Digital
Journalism. Beliau cerdas dan sangat menginspirasi.
Beliau menginspirasi saya untuk mempelajari digital journalism lebih jauh. Jika beliau
mendidikasikan hidupnya sebagai mahasiswa doktoral yang mengkaji YouTube, saya
rasa tak salah jika mendedikasikan diri meneliti tentang blog. Nanti, setelah
saya diterima sebagai mahasiswa doktoral. Aminkan, ya, teman belajar!
Cakep, tapi semakin berjalan waktu selalu bertambah alasan akan sesuatu
BalasHapusNamanya manusia yang masih hidup, ya. Pasti ada saja keinginan setiap harinya. Hahaha
HapusDramatis, Kak, sampai ada part jualin koleksi tas. Sayang, waktu itu kita belum kenal, jadi aku nggak ikutan flash sale, hhe.
BalasHapusAh, Kak Ulfa memang keren. Sepertinya nulisnya nggak berhenti-henti. Aku aminkan, ya, semoga Kak Ulfa bisa segera melanjutkan pendidikan lagi. Aamiin.
Kak Monica juga keren. Fokus dan bertujuan. Terima kasih doa baiknya, Kak.
Hapus